Kamis, 30 Juni 2011

Memilih Kosmetika Aman dan Halal



Kesadaran masyarakat tentang keamanan kosmetika yang digunakannya sudah semakin meningkat sejalan dengan munculnya berbagai kasus dampak penggunaan bahan berbahaya dalam kosmetika secara terbuka. Akan tetapi, kesadaran masyarakat muslim untuk memperhatikan kehalalan bahan yang terkandung dalam kosmetika masih sangat rendah.

 

Kesadaran konsumen yang rendah dengan sendirinya tidak memunculkan tuntutan kepada produsen untuk memperhatikan kehalalan bahan-bahan yang digunakan. Hal ini berkorelasi positif dengan rendahnya minat produsen kosmetika mendaftarkan produknya untuk mendapatkan sertifikat halal. Beberapa produsen pernah mencoba mendaftarkan diri, akan tetapi perlahan-lahan mundur teratur tidak melanjutkan proses sertifikasi.

Kondisi di atas tentunya menjadikan masyarakat Muslim perlu lebih meningkatkan pengetahuan tentang kehalalan bahan kosmetika agar dapat memilah dan memilih kosmetika yang akan digunakannya. Akan tetapi pengetahuan ternyata tidak cukup untuk menentukan pilihan karena sampai saat ini masih belum banyak produk kosmetika yang mau mencantumkan komposisi bahan penyusun produknya pada label kemasan. Pada umumnya produsen hanya mencantumkan bahan aktif yang digunakan, bahkan masih sangat banyak yang tidak mencantumkan sama sekali.

Menghadapi kenyataan ini, berikut disampaikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dan langkah yang dapat ditempuh dalam memilih kosmetika yang aman dan halal.

Legalitas produk
Pilihlah produk kosmetika yang legal. Hal ini ditunjukkan dengan dicantumkannya nomor pendaftaran di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kode pendaftaran untuk produk kosmetika lokal adalah CD, sedangkan untuk produk impor memiliki kode CL. Legalitas produk merupakan hal yang penting sekali diperhatikan karena saat ini di pasaran telah banjir berbagai produk kosmetika dengan penawaran khasiat dan harga yang menarik, tetapi tidak terdaftar secara di BPOM. Produk-produk illegal ini tidak dapat dimintai pertanggungjawaban jika nantinya terjadi efek samping pada pengguna.

Daftar komposisi bahan
Dengan berbekal pengetahuan tentang bahan-bahan kosmetika, konsumen dapat memilih kosmetika mana yang aman dan halal untuk dipakai. Untuk mengetahui hal ini tentunya konsumen perlu mengetahui jenis-jenis bahan yang dikandung dalam produk kosmetika yang akan dipilihnya. Informasi ini dapat diketahui jika produsen dengan jujur mencantumkan daftar bahan yang digunakan pada label kemasan. Sayangnya sampai saat ini masih sangat sedikit produsen yang mau melakukannya. Minimal produsen hanya mencantumkan bahan aktif yang terkandung dalam produknya, sedangkan sebagian besar hanya mencantumkan khasiat tanpa keterangan bahan sama sekali. Menghadapi kondisi seperti ini konsumen harus lebih ulet lagi mencari jalan untuk mendapatkan informasi, atau mencari alternatif produk lain yang lebih informatif.

Nama dan alamat produsen
Nama dan alamat jelas produsen harus jelas tercantum pada label kemasan sehingga konsumen akan mudah mencari informasi dan mengajukan tuntutan jika terjadi hal-hal yang merugikan akibat penggunaan produk yang diproduksinya. Produsen yang baik biasanya mencantumkan nomor khusus untuk pelayanan konsumen serta alamat situs web yang dapat dihubungi. Sebaliknya tidak jarang produsen tidak memberikan alamat kontak, bahkan tidak menyebutkan nama produsen dan alamat sama sekali.

Langkah mencari informasi
Jika komposisi bahan tidak tercantum pada label kemasan, konsumen dapat mencari informasi langsung kepada pihak produsen. Hal ini tentunya hanya bisa dilakukan jika produsen memberikan informasi lengkap alamat layanan konsumen yang dapat dihubungi, baik melalui telepon, fax ataupun email. Berdasarkan pengalaman, produsen agak alergi jika ditanya soal kehalalan bahan yang digunakan. Hal ini mungkin karena halal merupakan isu yang sangat sensitif di Indonesia. Informasi tentang ada tidaknya kandungan bahan hewani dalam produknya biasanya lebih mudah diberikan produsen jika konsumen bertanya tidak dengan alasan halal, melainkan alasan kesehatan, misalnya alergi.

Demikian beberapa hal yang perlu diperhatikan dan langkah yang dapat ditempuh oleh konsumen dalam mendapatkan informasi tentang keamanan dan kehalalan produk kosmetika yang akan digunakannya. Tidak mudah memang mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Konsumen kosmetika di Indonesia masih sangat miskin informasi dan memerlukan usaha keras dan jalan panjang untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. Hal ini hendaknya tidak menyurutkan langkah untuk berusaha agar hak-hak konsumen dalam mendapatkan informasi yang benar dapat terpenuhi. Jika konsumen tidak peduli dengan haknya, maka produsen pun tidak akan pernah tergerak dan merasa tertuntut untuk memberikan hak konsumen. Jadi marilah kita mulai saat ini dan dari kita sendiri.

Muti Arintawati, anggota pengurus dan auditor halal LP POM MU

Sejarah Penggunaan Plasenta dalam Kosmetik


Pada tahun 70 an negara kuba sudah mulai mengekspor sebanyak 40 ton plasenta manusia ke Meriux Laoratorium di Perancis. Pada saat yang hampir bersamaan, di Kuba seorang spesialis ginekeolog, obstestetric dan farmakologi serta rekannya menemukan suatu substansi yang menstimulasi aktivitas pigmentasi saat mereka mempelajari metabolisme plasenta hidup pada kondisi laboratorium.

 

Kesuksesan penggunaan substansi yang terdapat dalam plasenta tersebut pada perlakuan penyakit kulit yang dikenal sebagai vitiligo (sejenis penyakit kulit yang tidak berpigmen). Sehingga pada tahun 1980-1982 pemerintah Kuba menghentikan pengiriman plasenta ke Perancis, dan memulai untuk memproduksi obat yang dikenal sebagai Melagenina pada industri farmasi dalam negerinya. Metode ini ini kemudian merambah ke negara-negara terdekat seperti Mexico, Venezuela, Kolumbia.

Pada tahun 1987, akhirnya untuk mengantisipasi jumlah pasien yang semakin meningkat yaitu 100 pasien per bulan yang berasal dari 90 negara, Kuba mendirikan Jasa klinik internasional untuk pengobatan vitiligo. Periode 1988 -1991 negara tersebut sudah mulai mengekspor Melagenina. Diikuti dengan pengembangan pusat- pusat kesehatan yang merupakan cabang dari negara Kuba di negara-negara lain seperti Spanyol, Kolumbia, Mexico, Peru,Argentina, Rusia dan Afrika.

Pada tahun 1992-1994 pemerintah Kuba menganalisa bahwa penting untuk membangun pabrik yang memproduksi berbagai macam obat-obatan dari plasenta manusia tidak hanya untuk Melagenina, tetapi juga pengobatan untuk perawatan lainnya seperti kosmetik, yang terbukti bahwa plasenta memiliki efesiensi yang menakjubkan untuk menunda proses penuaan.

Hasil penelitian tersebut ditemukan oleh Dr.Carlos Miyares Cao dan tim nya dari Pusat Histoterapy Plasenta yang kemudian berhasil dengan beberapa produknya yaitu :

1970-1980 :

Melagenina (untuk pengobatan vitiligo) Coriodermina (untuk pengobatan Psoriasis)

Piloactive lotion (untuk pengobatan Alopecia) 1980-1990 :

Tromboplastine (pengumpalan darah) Ophtalmic Anti -inflammatory Factor Dietary Supplement (osteoporosis-anemia) 1980-1994 :

Melagenina Plus dan Forte enteral food (perawatan intensiv) placental Lactogen (obstetric) Kosmetik 1980-1990

Placental shampoo Bioactive Dermal cream 1990-1994 :

Amniotic collagen cream Hair conditioner Facial tonic Cleaning Milks Bioactive Dermal Soap

Dari mana sumber plasenta itu di dapat ?

Plasenta dikumpulkan dari rumah sakit bersalin dan kebidanan Kuba, disimpan dan dijaga agar plasenta tidak beku. Plasenta tersebut kemudian di ekstraks dan di proses sesuai dengan produk yang diinginkan, dikemas untuk selanjutnya didistribusikan di dalam negeri dan di ekspor.

Saat ini Pusat dari Histoterapi plasenta di Kuba memiliki 2 area yaitu jasa klinik dan penelitian dengan tugas utama memberikan pelayanan medis ke untuk pasien-pasien yang berasal dari Kuba sendiri serta pasien asing yang menderita vitiligo, Psoriasis dan Alopecia. Meneliti untuk obat dan kosmetik yang baru yang diperoleh dari plasenta manusia.Membuat metode analisis laboratorium untuk menentukan kualitas dari hasil samping produk yang berasal dari plasenta manusia.

Area yang lainnya adalah mengatur manajemen dan produksi perusahaan. Tugas utamanya adalah memasarkan produk yang dihasilkan dari plsenta manusia. Memproduksi obat-obatan,kosmetik dan nutrisi yang diekstraks dari plasenta manusia. (Sumber: Jurnal Halal Maret 2003)

Rabu, 29 Juni 2011

Hukum Jual Beli Kredit Dalam Islam


Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata [dalam Fatawa Mu'ashirah, hal. 52-53, dari Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin] :

“Menjual dengan kredit artinya bahwa seseorang menjual sesuatu (barang) dengan harga tangguh yang dilunasi secara berjangka. Hukum asalnya adalah dibolehkan berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya” [Al-Baqarah : 282]

Demikian pula, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam telah membolehkan jual beli As-Salam, yaitu membeli secara kredit terhadap barang yang dijual. Akan tetapi kredit (angsuran) yang dikenal di kalangan orang-orang saat ini adalah termasuk dalam bentuk pengelabuan terhadap riba. Teknisnya ada beberapa cara, di antaranya :

Pertama
Seseorang memerlukan sebuah mobil, lalu datang kepada si pedagang yang tidak memilikinya, sembari berkata, “Sesungguhnya saya memerlukan mobil begini”. Lantas si pedagang pergi dan membelinya kemudian menjual kepadanya secara kredit dengan harga yang lebih banyak. Tidak dapat disangkal lagi, bahwa ini adalah bentuk pengelabuan tersebut karena si pedagang mau membelinya hanya karena permintaannya dan bukan membelikan untuknya karena kasihan terhadapnya tetapi karena demi mendapatkan keuntungan tambahan, seakan dia meminjamkan harganya kepada orang secara riba (memberikan bunga, pent), padahal para ulama berkata, “Setiap pinjaman yang diembel-embeli dengan tambahan, maka ia adalah riba”. Jadi, standarisasi dalam setiap urusan adalah terletak pada tujuan-tujuannya.

Kedua
Bahwa sebagian orang ada yang memerlukan rumah tetapi tidak mempunyai uang, lalu pergi ke seorang pedagang yang membelikan rumah tersebut untuknya, kemudian menjual kepadanya dengan harga yang lebih besar secara tangguh (kredit). Ini juga termasuk bentuk pengelabuan terhadap riba sebab si pedagang ini tidak pernah menginginkan rumah tersebut, andaikata ditawarkan kepadanya dengan separuh harga, dia tidak akan membelinya akan tetapi dia membelinya hanya karena merasa ada jaminan riba bagi dirinya dengan menjualnnya kepada orang yang berhajat tersebut.

Gambaran yang lebih jelek lagi dari itu, ada orang yang membeli rumah atau barang apa saja dengan harga tertentu, kemudian dia memilih yang separuh harga, seperempat atau kurang dari itu padahal dia tidak memiliki cukup uang untuk melunasinya, lalu dia datang kepada si pedagang, sembari berkata, “Saya telah membeli barang anu dan telah membayar seperempat harganya, lebih kurang atau lebih banyak dari itu sementara saya tidak memiliki uang, untuk membayar sisanya”. Kemudian si pedagang berkata, “Saya akan pergi ke pemilik barang yang menjualkannya kepada anda dan akan melunasi harganya untuk anda, lalu saya mengkreditkannya kepada anda lebih besar dari harga itu. Dan banyak lagi gambaran-gambaran yang lain.

Akan tetapi yang menjadi dhabit (ketentuan yang lebih khusus) adalah bahwa setiap hal yang tujuannya untuk mendapatkan riba, maka ia adalah riba sekalipun dikemas dalam bentuk akad yang halal, sebab tindakan pengelabuan tidak akan mempengaruhi segala sesuatu. Mengelabui hal-hal yang diharamkan oleh Allah, hanya akan menambahnya menjadi semakin lebih buruk karena mengandung dampak negativ Dari hal yang diharamkan dan penipuan, padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Janganlah kamu melakukan dosa sebagaimana dosa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi sehingga (karenanya) kemu menghalalkan apa-apa yang telah diharamkan oleh Allah (sekalipun) dengan serendah-rendah (bentuk) pengelabuan (siasat licik)“. [Ibn Baththah dalam kitab Ibthalil Hiyal hal. 24. Irwa'ul Ghalil 1535]

Mengenai penjualan kredit dengan penambahan harga, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani mengatakan [dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah V/419-427] :

“”Barangsiapa menjual dua (harga) penjualan di dalam satu penjualan, maka baginya (harga,-pent) yang paling sedikit atau (kalau tidak mau, maka harga yang lebih tinggi adalah, -pent) riba” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah di dalam "Al-Mushannaf (VI/120/502)", Abu Daud dari Ibnu Abi Syaibah (no. 3461), Ibnu Hibban di dalam "Shahihnya (1110)", Al-Hakim (II/45), dan Al-Baihaqi (V/343) kesemuanya meriwayatkan bawha telah becerita kepada kami Ibnu Abi Zaidah dari Muhammad bin Amir dari Abu Salamah dari Abu Hurairah secara marfu, sanadnya hasan, bahkan telah dishahihkan oleh Al-Hakim, dan disepakati oleh Adz-Dzahabi, juga oleh Ibnu Hazm di dalam "Al-Muhalla (IX/16). Juga diriwayatkan oleh An-Nasa'i (VII/296, cetakan baru), At-Tirmidzi (I/232), dia menshahihkannya, Ibnul Jarud (286), Ibnu Hibban (1109), Al-Baghawi di dalam "Syarh As-Sunnah (VIII/142/211)", ia juga menshahihkannya, Ahmad (II/342, 375, 503) dan Al-Baihaqi dari beberapa jalan dari Muhammad bin Amr dengan lafazh : "Beliau melarang dua (harga) penjualan di dalam satu penjualan"]

Al-Baihaqi berkata : “Bahwa Abdul Wahhab (yakni Ibnu Atha’) berkata yaitu (si penjual) berkata : “Itu (barang) untukmu apabila kontan Rp 10,- namun jika dengan penundaan (seharga) Rp 20,-”

Imam Ibnu Qutaibah juga menerangkannya dengan (keterangan) ini, beliau berkata di dalam “Gharib Al-Hadits (I/18) : “Diantara jual beli yang terlarang (ialah) dua syarat (harga) dalam satu penjualan, yaitu (misalnya) seseorang membeli barang seharga dua dinar jika temponya dua bulan, dan seharga tiga dinar jika temponya tiga bulan. Itulah makna “dua (harga) penjualan di dalam satu penjualan.”

Dan hadits itu dengan lafazh ini ["Dua syarat di dalam satu penjualan"] adalah ringkas dan shahih. Hadits ini tersebut didalam hadits Ibnu Umar dan Ibnu Amr, keduanya telah ditakhrij di dalam “Irwaa Al-Ghalil (V/150-151)”.

Dan semakna dengan hadits itu adalah ucapan Ibnu Mas’ud : “Satu akad jual beli di dalam dua akad jual beli adalah riba” [Dikeluarkan oleh Abdur Razzaq di dalam Al-Mushannaf (VIII/138-139), Ibnu Abi Syaibah (VI/199), Ibnu Hibban (163, 1111) dan Ath-Thabrani (41/1), sanadnya shahih]

Dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad (I/393), dan ini juga merupakan riwayat Ibnu Hibban (1112) (dari Ibnu Mas’ud,-pent) dengan lafazh : “Tidak patut dua akad jual-beli di dalam satu akad jual-beli (menurut lafazh Ibnu Hibban : Tidak halal dua akad jual beli) dan sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : “Allah melaknat pemakan (riba) [Pemakan riba adalah orang yang mengambilnya walaupun tidak makan, diungkapkan dengan makan karena makan adalah kegunaan terbesar dari riba dan karena riba itu umumnya seputar makanan. Pemberi makan riba adalah orang yang memberikan riba kepada orang yang mengambilnya, walaupun yang mengambil tadi tidak memakannya,-pent. (Lihat Al-Fathur-Rabbani Ma'a Syarhihi Bulughul -Amani (XV/68) oleh Ahmad Abdur Rahman Al-Banna, Penerbit Dar Ihya At-Turots Al-Arabi, tanpa tahun], saksinya dan penulisnya“. Dan sanadnya juga shahih

Demikian pula diriwayatkan oleh Ibnu Nashr di dalam As-Sunnah (54), dia menambahkan dalam satu riwayat “Yaitu seseorang berkata : “Jika kontan maka (harganya) sekian dan sekian, dan jika tidak kontan maka (harganya) sekian dan sekian“.
Apalagi sekelompok ulama dan Fuqaha (para ahli fiqh) menyepakatinya atas hal itu. Mereka adalah :

  1. Ibnu Sirin Ayyub. Meriwayatkan darinya, bahwa Ibnu Sirin membenci seseorang berkata : “Aku menjual (barang,-pent) kepadamu seharga 10 dinar secara kontan, atau 15 dinar secara tempo” [Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq di dalam "Al-Mushannaf (VIII/138/14630)" dengan sanad yang shahih darinya (Ibnu Sirin)].



  1. Thawus. Dia berkata : “Apabila (penjual,-pent) mengatakan bahwa (barang) itu dengan (harga) sekian dan sekian jika temponya sekian dan sekian, tetapi dengan (harga) sekian jika temponya sekian dan sekian. Lalu terjadi jual beli atas (cara) ini, maka (penjual harus mengambil, -pent) harga yang lebih rendah sampai tempo yang lebih lama. [Dikeluarkan oleh Abdur Razzaq juga (14631) dengan sanad yang shahih juga. Abdur Razaq juga meriwayatkan (pada no 14626), demikian pula Ibnu Abu Syaibah (VI/120) dari jalan Laits dari Thawus dengannya (perkataan di atas,-pent) secara ringkas, tanpa perkataan : "Lalu terjadi jual beli..." tetapi dengan tambahan (riwayat) : "Kemudian (jika penjualnya, -pent) menjual dengan salah satu dari kedua harga itu sebelum (pembeli, -pent) berpisah dari (penjual), maka tidak mengapa". Akan tetapi ini tidak shahih dari Thawus, karena :Laits -yaitu Ibnu Abu Salim- telah berubah ingatan (karena tua)].



  1. Sufyan Ats-Tsauri. Mengatakan bahwa, jika engkau berkata : “Aku menjual kepadamu dengan kontan (seharga) sekian, dan dengan tidak kontan (seharga) sekian dan sekian”, kemudian pembeli membawanya pergi, maka dia berhak memilih di antara dua (harga) penjualan tadi, selama belum terjadi keputusan jual-beli atas salah satu harga. Dan jika telah terjadi jual-beli seperti ini, maka itu adala dibenci.Itulah “dua penjualan di dalam satu penjualan”, dan itu tertolak serta terlarang. Maka jika engkau mendapati barangmu masih utuh, engkau dapat mengambil harga yang paling rendah dan waktu yang lebih lama. [Diriwayatkan oleh Abdur Razaq (14632) dari Sufyan Ats-Tsauri].



  1. Al-Auza’i. Riwayatnya secara ringkas senada dengan di atas. Dalam riwayat itu dikisahkan bahwa Al-Auza’i ditanya : “Jika (pembeli,-pent) membawa pergi dagangan itu (berdasarkan jual-beli dengan) dua syarat tadi?” Dia (Al-Auza’i) menjawab : “Harga barang itu dengan harga yang terendah dengan tempo yang lebih lama“. Al-Khaththabi menyebutkannya (riwayat ini, pent) di dalam “Ma’alimus Sunnah (V/99)”. Kemudian para imam hadits dan lughoh (bahasa Arab) berjalan mengikuti sunnah mereka, diantaranya :



  • Imam An-Nasa’i. Beliau berkata dibawah bab : Dua penjualan di dalam satu penjualan: “yaitu seseorang berkata : Aku menjual kepadamu barang ini seharga 100 dirham secara kontan, dan seharga 200 dirham secara tidak kontan”.Demikian juga An-Nasa’i menerangkan seperti itu pada hadits Ibnu Amr “Tidak halal dua persyaratan di dalam satu penjualan“. [Hadits ini ini telah ditakhrih didalam "Al-Irwaa (1305) dan lihatlah "Shahihul Jaami (7520)".



  • Ibnu Hibban. Beliau berkata di dalam "Shahihnya (VII/225-Al-Ihsan)" : "Telah disebutkan larangan tentang menjual sesuatu dengan harga 100 dinar secara kredit, dan seharga 90 dinar secara kontan. Beliau menyebutkan hal itu dibawah hadits Abu Hurairah dengan lafazh yang ringkas.



  • Ibnul Atsir. Di dalam "Gharibul Hadits" dia menyebutkannya di dalam penjelasan dua hadits yang telah diisyaratkan tadi.


HUKUM JUAL BELI KREDIT
Sesungguhnya telah disebutkan pendapat-pendapat yang lain mengenai tafsir "dua penjualan" itu, mungkin sebagiannya akan dijelaskan berikut ini. Namun tafsir yang telah lewat di atas adalah yang paling benar dan paling masyhur, dan itu persis dengan apa yang sekarang ini dikenal dengan (istilah) "Jual Beli Kredit". Bagaimana hukumnya ?

Dalam hal ini, para ulama telah berselisih pendapat semenjak dahulu hingga sekarang dan menjadi tiga pendapat.

  1. Bahwa hal itu adalah batil secara mutlak, dan ini adalah pendapat Ibnu Hazm

  2. Bahwa hal itu adalah tidak boleh kecuali apabila dua harga itu dipisah (ditetapkan) pada salah satu harga saja. Misalnya apabila hanya disebutkan harga kreditnya saja.

  3. Bahwa hal itu tidak boleh. Akan tetapi apabila telah terjadi dan harga yang lebih rendah dibayarkan maka boleh.


Dalil madzhab yang pertama adalah zhahir larangan pada hadits-hadits yang telah lalu, karena pada asalnya larangan itu menunjukkan batilnya (perdagangan model itu). Inilah pendapat yang mendekati kebenaran, seandainya tidak ada apa yang nanti disebutkan saat membicarakan dalil bagi pendapat yang ketiga.

Sedangkan para pelaku pendapat kedua berargumentasi bahwa larangan tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan harga, yaitu : ketidak pastian harga ; apakah harga kontan atau kredit. Al-Khaththabi berkata : "Apabila (pembeli) tidak tahu harga (maka) jual beli itu batal. Adapun apabila dia memastikan pada salah satu dari dua perkara (harga, -pent) itu dalam satu majlis akad, maka (jual-beli) itu sah".

Syaikh Al Albani berkata : "Alasan dilarangnya ‘dua (harga) penjualan dalam satu penjualan' disebabkan oleh ketidaktahuan harga, adalah alasan yang tertolak. Karena hal itu semata-mata pendapat yang bertentangan dengan nash yang jelas di dalam hadits Abu Hurairah dan Ibnu Mas'ud bahwa (penyebab larangan) itu adalah riba. Ini dari satu sisi, sedangkan dari sisi lain (yang menjadi pendapat ini tertolak, -pent) ialah karena alasan mereka ini dibangun di atas pendapat wajibnya ijab dan qabul dalam jual beli. Padahal (pendapat) ini tidak ada dalilnya, baik melalui Kitab Allah maupun Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan di dalam (jual-beli) itu cukup (dengan) saling rela dan senang hati. Maka selama ada rasa saling rela dan senang hati di dalam jual beli, dan ada petunjuk kearah sana, berarti itu merupakan jual-beli yang syar'i. Itulah yang dikenal oleh sebagian ulama dengan (istilah) jual beli Al-Mu'aathaah [Yaitu akad jual beli yang terjadi tanpa ucapan atau perkataan (ijab qabul) akan tetapi dengan perbuatan saling rela. Seperti pembeli mengambil barang dagangan dan memberikan (uang) harganya kepada penjual ; atau penjual memberikan barang dan pembeli memberikan (uang) harganya tanpa berbicara dan tanpa isyarat, baik barang itu remeh atau berharga. (Lihat "Al-Fihul Islami wa Adillatuhu IV/99 oleh DR Wahbah Az-Zuhaili)], Asy-Syaukani berkata di dalam “As-Sail Al-Jarar (III/126)”

“Jual beli al-mu’aathaah ini, yang dengannya terwujud suasana saling rela dan senang hati adalah jual beli syar’i yang diijinkan oleh Allah, sedangkan menambahinya (dengan syarat-syarat lain, pent) adalah termasuk mewajibkan apa yang tidak diwajibkan oleh syara (agama)”.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga telah menjelaskan hal itu di dalam Al-Fatawa (XXIX/5-21) yang tidak memerlukan tambahan lagi, hendaklah orang yang ingin memperluas (masalah ini) melihat ke sana.

Syaikh Al-Albani berkata : “Apabila demikian, maka seorang pembeli sewaktu dia telah berpaling (membawa) apa yang dia beli, mungkin dia membayar kontan atau mungkin membayar kredit. Jual beli dengan cara yang pertama itu sah, sedangkan pada cara kedua yaitu pembeli membawa barang dengan menanggung harga kredit -dan inilah masalah yang sedang diperselisihkan-, lalu mana alasan tidak mengerti harga yang dikemukakan di atas ? Khususnya lagi apabila pembayaran itu dengan angsuran, maka angsuran yang pertama dia bayar dengan kontan sedang sisa angsurannya tergantung kesepakatan. Dengan demikian batallah illat (alasan/sebab) tidak mengertinya harga sebagai dalil, baik melalui atsar maupun melalui penelitian.

Dalil pendapat yang ketiga adalah hadits bab ini (hadits yang dibicarakan ini ,-pent), ditambah atsar (hadits) Ibnu Mas’ud. Sesungguhnya kedua hadits tersebut sepakat bahwa : ‘dua (harga) penjualan di dalam satu penjualan adalah riba”. Jadi riba itulah yang menjadi illat (alasan)nya. Dengan demikian maka larangan itu berjalan sesuai dengan illat (alasan)nya, baik larangan itu menjadi ada, ataupun menjadi tidak ada. Karenanya bila dia mengambil harga yang lebih tinggi, berarti itu riba. Tetapi bila mengambil harga yang lebih rendah, maka hal itu menjadi boleh. Sebagaimana keterangan dari para ulama, yang telah menyatakan bahwa boleh untuk mengambil yang lebih rendah harganya, dengan tempo yang lebih lama, karena sesungguhnya dengan demikian berarti dia tidak menjual dua (harga) penjualan di dalam satu penjualan.

Bukankah anda lihat apabila (penjual) menjual barang dagangannya dengan harga pada hari itu, dan dia membebaskan pembeli untuk memilih antara membayar harga secara kontan atau hutang, maka dia tidak dikatakan : Telah menjual dengan dua (harga) penjualan di dalam satu penjualan, sebagaimana hal itu jelas. Dan itulah yang dinyatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam sabdanya pada hadits yang bicarakan, “Maka baginya (harga) yang paling sedikit, atau (kalau tidak mau maka harga yang lebih tinggi adalah) riba” [lihat hadits yang menjadi pokok bahasan di atas, -pent]

Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mensahkan penjualan itu karena hilangnya illat (alasan/sebab yang menjadikannya terlarang). Beliau membatalkan harga tambahan, karena hal itu adalah riba. Pendapat ini adalah juga pendapat Thawus, Ats-Tsauri, dan Al-Auza’i rahimahullah sebagaimana telah diterangkan di atas. Dari sinilah dapat diketahui gugurnya perkataan Al-Khaththabi di dalam “Ma’alimus Sunan (V/97)”.

Dan kesimpulannya ; bahwa pendapat yang kedua itu adalah pendapat yang paling lemah, karena tidak ada dalil padanya kecuali akal bertentangan dengan nash. Kemudian diiringi oleh pendapat yang pertama, karena Ibnu Hazm yang mempunyai pendapat itu mengklaim bahwa hadits bab ini telah dihapus (mansukh) oleh hadits-hadits yang melarang dua penjualan di dalam satu penjualan, dan klaim itu tertolak, karena bertentanan dengan ushul (fiqh,-pent).

Karena (di dalam ushul fiqh, sebuah hadits itu,-pent) tidak akan menjadi (pembicaraan) naskh (penghapusan hukum) kecuali apabila jama’ (penggabungan nash) sulit dilakukan, padahal jama’ bisa dilakukan dengan mudah disini.

Ketahuilah akhi (saudaraku) Muslim ! bahwa mu’amalah tersebut yang telah tersebar di kalangan para pedagang dewasa ini, yaitu jual beli kredit, dan mengambil tambahan (harga) sebagai ganti tempo, dan semakin panjang temponya ditambah pula harganya. Dari sisi lain itu hanyalah mu’amalah yang tidak syar’i karena meniadakan ruh Islam yang berdiri di atas (prinsip) memudahkan kepada manusia, kasih sayang terhadap mereka, sebagaimana di dalam sabda beliau “Mudah-mudahan Allah merahmati seorang hamba, yang mudah apabila dia menjual, mudah apabila dia membeli, mudah apabila dia menagih” [Hadits Riwayat Al-Bukhari]

Dan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Barangsiapa yang dermawan, yang lemah lembut, yang dekat niscaya Allah haramkan dari neraka” [Diriwayatkan oleh Al-Hakim dan lainnya, dan telah disebutkan takhrijnya no. 938]

Maka seandainya salah seorang dari mereka (para pedagang ) bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjual (barang) dengan (sistim hutang atau kredit dengan harga kontan, sesunguhnya itu lebih menguntungkannya, hatta dari sisi materi. Karena hal itu akan menjadikan orang-orang ridha kepadanya dan mau membeli darinya serta akan diberkati di dalam rizkinya, sesuai dengan firmanNya Azza wa Jalla “Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan jalan keluar baginya dan memberi rizki kepadanya dari arah yang tidak ia sangka” [Ath-Thalaq : 2]

Dan pada kesempatan ini aku nasehatkan kepada para pembaca untuk meruju kepada risalah al-akh Al-Fadhil Abdurrahman Abdul Khaliq (yang berjudul) : “Al-Quuluf Fashl Fii Bari’il Ajl”, karena risalah ini istimewa dalam masalah ini, bermanfaat dalam temanya, mudah-mudahan Allah membalas kebaikan kepadanya.”

Sumber :

  1. Majalah As-Sunnah Edisi 12/Th III/1420-1999, Penjualan Kredit Dengan Tambahan Harga, Oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Peneremah Abu Shalihah Muslim Al-Atsari, Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah.

  2. Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Darul Haq

Obat-obatan Bermasalah


Dunia obat-obatan berkembang sedemikian pesat, mengikuti kualitas dan kuantitas penyakit yang tak kalah cepatnya berkembang. Aspek kehalalan kembali menjadi korban penelitian farmasi yang telah memanfaatkan apa saja, asalkan bisa memberikan kesembuhan. Termasuk penggunaan bahan dari babi, organ manusia, dan bahan haram lainnya. Pengkajian mengenai kehalalan obat ini banyak mengalami kesulitan dan hambatan, terutama berkaitan dengan minimnya informasi yang bisa diakses masyarakat umum. Pada obat-obatan yang beredar melalui resep dokter sangat sulit ditelusuri kandungan dan komposisi bahannya, karena akses yang didapatkannya juga sangat terbatas.

Beberapa temuan yang didapatkan di dunia obat antara lain adalah penggunaan bahan utama dari babi, penggunaan bahan tambahan dari babi, penggunaan bahan penolong dari babi, penggunaan embrio dan organ manusia serta penggunaan alkohol.

Insulin

Insulin merupsksn hormon yang digunakan untuk mengatur gula tubuh. Penderita diabetes memerlukan hormon insulin dari luar guna mengembalikan kondisi gula tubuhnya menjadi normal kembali. Insulin ini dimasukkan dengan cara penyuntikan atau injeksi. Menurut Prof Dr Sugijanto dari Universitas Airlangga, sumber insulin ini bisa berasal dari kelenjar mamalia atau dari mikroorganisme hasil rekayasa genetika. Jika dari mamalia, insulin yang paling mirip dengan insulin manusia adalah dari babi (lihat strukturnya).

 

Insulin manusia : C256H381N65O76S6 MW=5807,7

Insulin babi : C257H383N65O77S6 MW=5777,6

(hanya 1 asam amino berbeda)

Insulin sapi : C254H377N65O75S6 MW=5733,6

(ada 3 asam amino berbeda)

Di pasaran ada beberapa produsen yang mengeluarkan produk ini. Salah satu yang cukup terkenal adalah Mixtard yang diproduksi Novonordisk. Ada banyak tipe mixtard yang diproduksi, masing-masing dengan kode produk yang berbeda. Di dalamnya ada yang berasal dari manusia dengan perbanyakan melalui DNA recombinant dan proses mikroba serta berasal dari hewan (babi). Namun informasi mengenai kehalalannya sangat minim, sehingga dokterpun tidak mengetahui apakah ia bersumber dari babi atau bukan. Masalahnya, insulin dari DNA recombinant ini harganya lebih mahal dibandingkan yang berasal dari hewan.

Data dari International Diabetes Federation menyebutkan bahwa pada tahun 2003 insulin yang berasal dari manusia sebanyak 70%, disusul insulin babi sebanyak 17%, insulin sapi 8% dan sisanya 5% merupakan campuran antara babi dan sapi.

Heparin

Obat ini berfungsi sebagai anti koagulan atau anti penggumpalan pada darah. Banyak digunakan bagi penderita penyakit jantung untuk menghindari penyumbatan pada pembuluh darah. Ketika terjadi penyumbatan yang menyebabkan terhambatnya aliran darah ke otak, maka pasien akan mengalami stroke.

Obat jenis ini juga banyak di pasaran, hampir semuanya impor. Salah satu yang teridentifikasi berasal dari babi adalah Lovenox 4000 keluaran Aventis Pharma Specialities, Maisons-Alfort, Perancis dan diimpor oleh PT Aventis Pharma, Jakarta. Kandungan obat tersebut adalah heparin sodium yang bersumber dari babi. Hal ini diperkuat dengan registrasi Badan POM dengan nomor DKI0185600143A1 dan di dalam labelnya berisi keterangan ?Bersumber Babi?.

Sayangnya tulisan itu sangat kecil dan berada di kemasan, bukan pada jarum suntik. Sehingga ketika kemasan itu telah dibuang, maka dokter dan pasien yang bersangkutan tidak akan mengenalinya lagi.

Kapsul

Sebenarnya cangkang kapsul merupakan bahan penolong yang digunakan untuk membungkus sediaan obat. Namun cangkang ini ikut ditelan dan masuk ke dalam tubuh kita. Bahan pembuat cangkang kapsul adalah gelatin. Gelatin ini bersumber dari tulang atau kulit hewan, bisa dari sapi, ikan atau babi.

Sebenarnya Badan POM telah menegaskan bahwa gelatin yang masuk ke Indonesia hanya yang berasal dari sapi. Masalahnya, gelatin sapi ini tidal lantas halal begitu saja. Perlu dikaji apakah sapi tersebut disembelih secara Islam ataukah tidak. Masalah inilah yang sampai saat ini masih sulit dipecahkan.

Selain itu ada pula obat yang diimpor sudah dalam bentuk kapsul. Misalnya untuk beberapa obat dan multi vitamin, yang kebanyakan dibungkus dalam kapsul lunak (soft capsule). Kapsul lunak ini banyak yang dibuat dari gelatin babi karena lebih bagus dan murah. Dari data yang ada, banyak obat-obatan impor yang berbentuk kapsul, baik keras maupun lunak. Misalnya saja Yunnan Baiyao yang diproduksi oleh Yunnan Baiyao Group Co. Ltd., Cina, dan diimpor oleh PT Saras Subur Ayoe. Selain itu juga multi vitamin, vitamin A dosis tinggi dan vitamin E yang dikemas dalam kapsul lunak.

Alkohol

Alkohol banyak digunakan sebagai pelarut untuk melarutkan bahan-bahan aktif. Obat batuk merupakan salah satu yang banyak menggunakan alkohol. Bahan ini sering dikonotasikan dengan minuman keras yang diharamkan dalam Islam. Oleh karena itu penggunaan alkohol dalam obat batuk masih mengundang kontroversi di tengah masyarakat.

[sumber: Jurnal Halal LPPOM MUI]

Pengganti Alkohol dalam Masakan


 

Pada jenis-jenis masakan tertentu sering digunakan alkohol seperti arak, ang ciu, wine, mirin dan sebagainya. Salah satu contohnya adalah pada masakan cina, jepang, juga pada pembuatan kue tart. Bahkan pada masakan lokal seperti nasi goreng sering ditambahkan arak. Oleh karena itu diperlukan alternatif pengganti khamr atau minuman memabukkan tersebut dalam masakan. Pengganti ini tentu saja tidak sama persis seperti menggunakan khamr, namun hanya menimbulkan rasa atau aroma yang mirip.

  • Ang Ciu

  • Alternatifnya adalah campuran kecap asin dan perasan jeruk limau
  • Mirin

  • Alternatifnya adalah jus anggur yang dicampur dengan perasan air jeruk lemon.
  • Red Wine

  • Alternatifnya adalah jus anggur, jus cranberry dan jus tomat.
  • Bourbon

  • Alternatifnya adalah ekstrak vanilla, jus cranberry atau jus anggur.
  • Brandy

  • Alternatifnya adalah sirup buah cerry atau selai cerry.
  • Muscat

  • Alternatifnya adalah jus anggur yang ditambah dengan air dan gula putih.
  • Vodka

  • Alternatifnya adalah sari buah apel atau jus anggur dicampur dengan perasan jeruk nipis.
  • White brandy

  • Alternatifnya adalah anggur, sari buah apel, kaldu sayuran maupun air biasa.
  • Apple Brandy

  • Alternatifnya adalah jus apel tanpa pemanis

Senin, 27 Juni 2011

Larangan Melakukan Pengobatan dengan Benda-Benda Haram


 

Diriwayatkan dari Abu Darda' r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obat. Setiap penyakit pasti ada obatnya. Maka berobatlah dan jangan berobat dengan benda haram'," (Hasan, HR Abu Dawud [3874]).

Diriwayatkan dari Ummu Salamah r.a, ia berkata, "Anakku menderita sakit lalu aku buatkan air buah untuknya di cangkir. Ketika Nabi saw. masuk ternyata air buah tersebut sudah basi. Lalu beliau berkata, 'Apa ini?' Aku menjawab, 'Anakku sedang sakit dan aku buatkan air buah untuknya.' Lalu beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak menyembuhkan kalian dengan benda yang haram," (Hasan lighairihi, HR Abu Ya'la [6966] dan Ibnu Hibban [1391]).

Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Utsman, "Bahwasanya seorang dokter pernah menanyakan kepada Rasulullah saw. tentang hukum katak yang dijadikan obat, maka beliau melarang dokter itu membunuh katak," (Shihih, HR Abu dawud [387]).

Kandungan Bab:

Ibnu Qayyim al-Jauziyah berkata dalam kitab Zaadul Ma'aad (IV/156), "Pengobatan dengan benda haram adalah yang buruk, baik ditinjau dari segi akal maupun syari'at. Adapun dari segi syari'at maka berdasarkan hadits-hadits ini dan hadits lainnya. Adapun dari segi akal bahwasanya Allah SWT telah mengharamkannya, sebab benda haram itu kotor. Sesungguhnya Allah tidak mengharamkan sesuatu yang baik sebagai hukuman terhadap ummat Islam, sebagaimana mengharamkannya kepada bani Israel dalam firman-Nya, "Maka disebabkan kedzaliman orang-orang Yahudi Kami haramkan atas mereka memakan makanan yang baik-baik yang dahulunya dihalalkan bagi mereka," (An-Nisaa': 160).

Jadi Allah hanya mengharamkan bagi umat Islam ini benda-benda yang kotor saja dan Ia mengharamkan untuk memelihara dan menjaga mereka agar tidak memakannya. Oleh karena itu, sungguh tidak pantas mencari kesembuhan dari benda-benda yang dipenuhi berbagai penyakit. Kalaupun benda itu dapat berpengaruh membasmi penyakit, namun sebenarnya benda itu dapat menimbulkan penyakit lebih akut dari penyakit sebelumnya yang bersarang di hati sebagai efek samping yang ditumbulkan oleh kotoran yang terkandung pada benda tersebut, sehingga orang yanb berobat tersebut berusaha untuk menghilangkan sakit badan dengan cara menimbulkan penyakit pada hati.

Diharamkannya benda-benda kotor untuk dijadikan obat merupakan bukti bahwa dengan cara apapun benda tersebut harus dijauhi dan dihindari. Menjadikannya sebagai obat berarti menganjurkan untuk menyukai dan menyentuh benda tersebut. Hal ini bertolak belakang dengan maksud syari'at.

Dan juga benda kotor merupakan sumber penyakit sebagaimana yang telah dijelaskan oleh pemilik syari'at, oleh karena itu tidak boleh dijadikan sebagai obat. Dan juga dapat menghasilkan sifat jelek pada tabiat dan mental. Sebab tabi'at akan sangat terpengaruh oleh cara pengobatan yang diberikan. Apabila caranya kotor maka akan muncul sifat kotor pada tabiatnya. Ini apabila caranya yang kotor, bagaimana jika bendanya yang kotor? Oleh karena itu Allah SWT telah mengharamkan bagi hamba-Nya makanan, minuman dan pakaian kotor. Alasannya karena jiwa akan menyerap bentuk dan sifat yang kotor.

Dan juga, pembolehan berobat dengan benda haram, terutama jika nafsu condong kepada benda yang haram, merupakan sarana bagi nafsu untuk meraih syahwat dan kelezatan. Apalagi jika nafsu itu mengetahui bahwa benda haram itu berkhasiatu untuk menghilangkan penyakit dan mendatangkan kesembuhan. Tentunya itu suatu hal yang paling dia sukai.

Syari'at menutup semua kemungkinan agar nafsu tidak mendapatkan peluang ini. Tidak syak lagi bahwa antara menutup hal-hal yang menjurus ke syahwat dan yang membuka semua hal yang menjurus kepada syahwat merupakan perkara yang saling bertentangan.

Di sinilah letak rahasia mengapa tidak dibenarkan berobat dengan menggunakan benda-benda yang haram. Sebab syarat penyembuhan dengan obat adalah obat tersebut haruslah cocok, diyakini manfaatnya dan keberkahan yang dijadikan Allah pada obat tersebut hingga mampu menyembuhkan penyakit. Benda yang bermanfaat ialah benda yang mengandung berkah dan benda yang paling bermanfaat ialah yang paling banyak berkahnya. Seorang yang diberkahi dimanapun ia berada akan bermanfaat bagi orang lain.

Sudah dimaklumi bahwa keyakinan seorang muslim terhadap haramnya suatu benda percaya bahwa dia akan mendapatkan berkah dan manfaat dari benda itu, menghalanginya berbaik sangka terhadap benda itu dan tidak diterima oleh benda tabi'atnya. Semakin tebal keimanan seorang hamba maka semakin besar pula kebenciannya dan semakin buruk keyakinan terhadap benda tersebut dan nalurinya juga ikut membencinya. Jika dalam kondisi seperti ini ia menelan obat haram tersebut maka obat tersebut akan menjadi penyakit bukan obat. Kecuali jika pupus keyakinan akan kotornya benda tersebut, hilangnya prasangka buruk dan perasaan benci telah berubah menjadi suka. Ini berarti bertentangan dengan keimanan dan tentunya seorang mukmin tidak akan memakannya kecuali dengan keyakinan bahwa benda tersebut adalah penyakit.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 3/202-204.

Minggu, 26 Juni 2011

Yuk, Cermati Jajanan Halal dan Sehat Anak Anda!


 

Jakarta - Jajanan yang sering dikonsumsi anak-anak seringkali luput oleh perhatian orang tua. Padahal mengkonsumsi makanan halal dan sehat sangatlah penting karena mempengaruhi pertumbuhan serta perilaku mereka. Apa saja kriteria makanan sehat dan halal itu?

Pada hari terakhir INDHEX 2011 beberapa acara masih digelar termasuk talshow dengan tema "Jajanan Aman, Sehat, dan Halal". Dalam talkshow ini beberapa pembicara hadir seperti Muti Arintawati M,Si selaku Wakil Direktur LPPOM MUI; Muchtar Ali, perwakilan dari Kementrian Agama RI; Bpk Dedy dari BPPOM serta Ir Mardia Msi selaku Ahli Gizi dari Universitas Djuanda.

Tema jajanan anak memang menarik dan mendapat perhatian khusus terutama bagi para orang tua khususnya para ibu. Untuk lebih membuat para orang tua waspada sejumlah ciri-ciri makanan yang mengandung pengawet, makanan tak sehat, dan ciri makanan sehat yang baik ikut dibeberkan para pembicara.

Menurut Dedy dari BPPOM ada 3 hal yang tidak boleh terkandung dalam makanan sehat. Pertama adalah mikroba alias sesuatu yang kecil dan tidak tampak oleh mata, karena ini bisa membahayakan kesehatan manusia. Kedua adalah campuran fisik seperti rambut, kuku, dan kerikil. Oleh karena itu dalam restoran atau pabrik biasanya wajib memakai tutup kepala dan sarung tangan. Yang ketiga adalah kandungan kimia yang tidak boleh ditambahkan pada makanan misalkan seperti pewarna tekstil atau boraks.

Tips aman untuk jajanan anak seperti yang dikatakan oleh Muti Arintawati adalah makanan yang sudah dalam kemasan. Sebab dibandingkan dengan jajanan kaki lima dimana dalam survey yang dilakukan BPPOM tahun 2010 terdapat 40-50% diantaranya dinyatakan tidak aman dikonsumsi. Sedangkan kini menurut Muti sudah banyak jajanan kemasan yang memperoleh sertifikasi halal sehingga aman baik dalam soal kesehatan dan juga gizi untuk anak-anak. Namun menurutnya lebih aman lagi jika anak-anak mengkonsumsi makanan yang dibuat sendiri di rumah.

Ibu Mardia sendiri selaku ahli gizi menyarankan untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung 5 gizi seimbang mulai dari protein, mineral, vitamin, karbohidrat, dan lemak. "Kesemuanya penting dan tidak bisa terpisahkan karena bisa mempengaruhi pertumbuhan anak," ujarnya.
Badan BPPOM sendiri kini sudah dengan gencar melakukan pembinaan terhadap usaha-usaha kecil termasuk di sekolah-sekolah mengenai jajanan sehat. "Semakin menarik warna makanan atau minuman maka kita harus waspada. Contohnya pada kerupuk jika terdapat bintik-bintik biasanya merah atau kuning maka biasanya memakai pewarna yang berbahaya. Begitu pula pada ikan atau makanan lain jika baunya terlalu menyengat maka perlu diwaspadai pula," jelas Pak Dedy memberi tips.

Untuk mengajarkan anak-anak dalam mengkonsumsi makanan sehat dan halal, Ibu Muti juga memberi tips pada para ibu. "Ibu-ibu bisa mulai untuk melatih anak-anak sejak dini untuk mengenali lebel halal pada makanan. Sehingga mereka terbiasa mencari logo halal pada kemasan makanan atau jajanan mereka sebelum dikonsumsi," jelas Muti.

Makanan yang mengandung bahan-bahan berbahaya atau tidak halal juga tidak hanya berdampak negatif bagi kesehatan. Menurut Bapak Muchtar Ali, mengkonsumsi makanan yang tidak halal juga dapat berdampak dalam perkembangan anak-anak dan juga perilaku mereka. "Dalam Al Quran disebutkan bahwa kita disuruh untuk mengkonsumsi makanan halal. Sehingga jika kita mengkonsumsi makanan tidak halal maka dapat memberikan dampak baik bagi kesehatan maupun juga di akhirat nanti," jelas Pak Muchtar.

Talkshow ini selain untuk sosialiassi juga dimaksudkan untuk membuka wawasan masyarakat dalam berwirausaha, serta menumbuhkan kesadaran konsumen akan pentingnya jajanan sebagai pendukung makanan utama. Buat yang masih ingin berpartisipasi di kemeriahan INDHEX 2011 yang berlokasi di SMESCO, Gatot Subraoto masih ditunggu kehadirannya hingga sore nanti.

[sumber: detikfood.com]

Lomba Hias Cake dan Talkshow Kosmetik Halal di INDHEX 2011


 

Jakarta - Hari kedua pameran produk halal Indonesia masih diwarnai oleh beberapa acara menarik yang digelar di panggung utama. Lomba menghias cake berlangsung seru dan heboh, disusul selingan aneka games, dan talkshow menarik seputar halal.

Sabtu, 25 Juni 2011 tepatnya di hari kedua pameran produk halal Indonesia - INDHEX 2011 para pengunjung masih antusias memasuki area SMESCO, Gatot Subroto.
Pameran halal yang hampir diikuti oleh puluhan produk halal baik dari dalam maupun luar negeri ini tampaknya memang menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat.

Tidak hanya produk-produk halal yang bisa ditemukan di sini, LPPOM MUI pun menggelar stand bagi para usahawan dan masyarakat yang ingin bertanya soal sertifikasi halal dan prosedurnya. Mulai dari tata cara melakukan seritifikasi halal, apa saja yang harus dipersiapkan dalam mendaftarkan sertifikasi halal, dan masih banyak lainnya.

Bagi yang ingin berpartisipasi dalam acara-acara menarik yang digelar di INDHEX 2011 dapat langsung menuju area utama. Mulai dari pagi tadi sebuah lomba menghias cake digelar dan diikuti oleh PKK, bakery halal dan SMK ikut memeriahkan lomba ini. Tiga orang pemenang pun berhasil membawa hadiah-hadiah menarik , berdasarkan kriteria bahan halal, ketepatan waktu, kebersihan, dan keindahan bentuk. Juga lomba cupcake yang diikuti lebih dari 30 peserta dari penonton dan para pemenang langsung membawa pulang hadiah uang tunai ratusan ribu rupiah.

Ibu Ida salah satu pengunjung INDHEX mengaku sangat terhibur dengan adanya acara semacam ini. "Lebih menarik dan bagus untuk belajar anak-anak daripada diajak ke mall," ujarnya memberi alasan kedatangannya ke INDHEX bersama keluarga.

Hingga saat ini masih berlangsung sebuah talkshow bertema "Cantik, Sehat & Bugar dengan produk halal yang diselenggarak oleh Wardah Cosmetic selaku produsen kosmetika halal. Dimana kini halal bukan lagi sekedar makanan tetapi juga mencakup produk lainnya seperti obat-obatan dan juga kosmetika.

"Buat saya acara ini menarik karena lebih semacam edukasi juga. Selama ini kan kita kurang teliti tentang halal cuma mengandalkan logo halal pada kemasan saja. Dengan mengikuti acara seperti ini jadi menambah pengetahuan saya tentang halal," jelas Sukma salah satu pengunjung INDHEX 2011 kepada detikfood (25/6).

Nah, yang belum sempat datang ke pameran produk halal ini masih ada waktu untuk mengunjungi INDHEX 2011. Sebab acara yang juga cocok untuk keluarga ini masih akan berlangsung hingga besok 26 Juni 2011. Beberapa acara menarik akan digelar besok antara lain lomba mewarnai, talkshow bertema 'Ayo peduli Jajanan Sehat', Fashion show baju-baju Islami, serta hiburan dan games masih akan mewarnai INDHEX 2001. Pengunjung dapat masuk dan mengunjungi acara ini gratis alias tidak dipungut biaya. INDHEX 2011 akan ditutup besok sore oleh Bpk. Syarifuddin Hasan, MM.MBA selaku Menteri Koperasi dan UKM RI.

Sabtu, 25 Juni 2011

Agar Anak Mengenal Makanan/Minuman Halal

Oleh: Zulia Ilmawati (Psikolog, Pemerhati Anak dan Keluarga)


 

Allah Swt. berfirman: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal dan baik dari apa saja yang terdapat di bumi, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh kalian yang nyata. (QS al-Baqarah [2]: 168).

Makan adalah kebutuhan jasmani yang harus dipenuhi. Halal dan baik (halâl[an] thayyib[an]) merupakan syarat utama saat kita mengkonsumsi makanan. Karena itu, mengetahui makanan halal sangat penting; tidak hanya bagi orangtua, yang bertugas menyediakan makanan untuk anak-anak, tetapi juga bagi anak-anak. Mereka harus mulai dikenalkan dengan makanan halal atau haram agar lebih berhati-hati saat mengkonsumsinya. Bagaimana mengenalkan makanan halal dan haram kepada anak? Tulisan berikut akan memberikan beberapa kiatnya.

Beberapa Kiat

1. Mengenalkan label halal.

Usahakan untuk selalu membeli makanan yang sudah mendapatkan sertifikat halal dari mulai makanan ringan, jajanan anak-anak sampai memilih rumah makan ketika akan bersantap dengan keluarga. Label halal biasanya berbentuk lingkaran kecil di sudut atas atau bawah kemasan. Di dalamnya terdapat kata halal untuk makanan dalam kemasan dan keterangan (sertifikat halal) dalam bentuk lembaran kertas untuk restoran-restoran atau makanan yang tidak dikemas. Sertifikat halal ini dikeluarkan oleh POM MUI. Meski tidak berarti yang tidak berlabel halal adalah makanan yang haram,  mengenalkan label halal penting demi mendidik anak untuk berhati-hati sebelum membeli.

2. Mengenalkan kandungan makanan. Ajari anak-anak untuk mengamati setiap kandungan makanan yang tercantum dalam kemasan. Jika di dalamnya mengandung bahan yang meragukan, seperti gelatin, misalnya, pastikan bahwa yang tercantum adalah gelatin yang berasal dari sapi. Gelatin biasanya terdapat pada makanan yang lembut dan sedikit kenyal, seperti permen lunak, es krim, dan puding. Tiga jenis makanan ini termasuk  makanan favorit anak-anak. Karena itu, dengan mengenalkan komposisi kandungan, anak-anak terdidik untuk berhati-hati sebelum mengkonsumsi makanan.

3. Memperlihatkan poster barang haram.

Poster anti narkoba, misalnya, bisa kita lihat dimana-mana; di berbagai media (massa/elektronik) atau di jalan-jalan raya. Gunakan sarana itu untuk mengenalkan kepada anak makanan yang haram, di antaranya narkoba berikut berbagai bahaya yang ditimbulkan. Narkoba dapat mengganggu kesehatan, melemahkan perasaan dan merusak moral serta menghancurkan generasi. Dengan memperlihatkan poster semacam itu, anak-anak telah dididik  sedari dini untuk mewaspadai makanan/zat yang haram.

4. Menunjukkan makanan yang haram saat Berbelanja.

Sekali waktu, ajaklah anak berbelanja di pasar atau supermarket. Jika ada makanan haram yang di jual di sana, tunjukkanlah kepada mereka. Amatilah baik-baik, misalnya, perbedaan antara daging sapi dan babi; mulai dari warna, tekstur dan sebagainya yang menunjukkan perbedaan itu. Selain daging segar, kepada anak-anak juga bisa diperlihatkan beberapa makanan kaleng yang mengandung bahan babi. Selain makanan, anak juga bisa dikenalkan dengan minuman-minuman beralkohol yang haram dikonsumsi, yang biasanya dijual di supermaket besar; seperti macam-macam bir atau minuman haram lainnya. Tekankan kepada anak-anak bahwa semua itu dilarang oleh Islam dan haram untuk dikonsumsi.

5. Mengunjungi pameran produk halal.

Jika ada kesempatan, ajaklah anak-anak mengunjungi pameran produk halal. Di tempat pameran akan disajikan makanan dan minuman yang biasanya sudah mendapat sertifikat halal. Anak akan menjadi lebih tahu, ternyata tidak sedikit makanan halal yang bisa dikonsumsi. Anak juga bisa bertanya langsung kepada orang-orang yang menjaga setiap stand sekaligus meminta penjelasan tentang produk makanan yang dipamerkan. Dengan cara itu, anak-anak terbiasa memperhatikan makanan halal dan makin menyadari betapa pentingya soal ini.

6. Membacakan ayat dan hadis.

Mengenalkan makanan halal dan haram juga bisa dilakukan dengan mengenalkan dalil-dalil tentang makanan yang bersumber dari al-Quran atau Hadis Rasulullah saw. Ajaklah anak untuk membaca, mengkaji dan kalau mungkin menghapalkan ayat-ayat dan hadis tersebut. Contohnya ayat berikut:

Diharamkan atas kalian (memakan) bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembilih atas nama selain Allah; yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang kalian sempat menyembelihnya; dan (diharamkan atas kalian) binatang yang disembelih untuk berhala. (QS al-Maidah [5]: 3).

Contoh lain adalah sabda Rasulullah saw. berikut:

الْبَØ­ْرُ الطَّÙ‡ُورُ Ù…َاؤُÙ‡ُ الْØ­ِÙ„ُّ Ù…َÙŠْتَتُÙ‡ُ

Laut itu suci airnya dan halal bangkainya. (HR at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibn Majah dan Ahmad).

لاَ ÙŠَدْØ®ُÙ„ُ الْجَÙ†َّØ©َ Ù…َÙ†ْ Ù†َبَتَ Ù„َØ­ْÙ…ُÙ‡ُ Ù…ِÙ†ْ سُØ­ْتٍ النَّارُ Ø£َÙˆْÙ„َÙ‰ بِÙ‡ِ

Tidak akan masuk surga siapa saja yang dagingnya tumbuh dari makanan  yang haram. Neraka lebih utama untuknya. (HR Ahmad).

7. Menanamkan kehalalan melalui cara mendapatkannya.

Selain kiat di atas, penting juga diajarkan kepada anak, bahwa makanan yang halal tidak hanya dilihat dari zatnya saja, tetapi juga cara memperolehnya. Makanan yang zatnya halal, tetapi  didapat dengan cara yang haram, menjadi haram juga. Misal, ayam goreng yang halal dimakan, jika didapat dengan cara mengambil bekal temannya saat makan siang di sekolah, menjadi haram. Dengan cara ini, anak juga dididik sedari dini untuk mendapatkan rezeki dengan cara yang halal selalu. Dengan begitu, bibit-bibit korupsi dan tindak kejahatan menyangkut harta lain dengan cara ini sesungguhnya sudah dilibas mulai dari akarnya.

8. Mengenalkan makanan halal melalui kegiatan makan bersama.

Cara lain yang cukup efektif mengenalkan makanan halal kepada anak-anak adalah saat makan bersama. Sebelum acara makan dimulai, ajaklah anak-anak mengamati makanan masing-masing. Selain dari kandungan gizinya dan manfaatnya untuk pertumbuhan anak, jelaskan juga sisi kehalalan. Tanamkan rasa syukur dengan makanan yang sudah tersedia,   sekaligus juga ajarkan tentang adab makan dan minum sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw.: membaca doa sebelum makan, menggunakan tangan kanan, tidak berbicara saat makan, tidak mencela makanan dan sebagainya.

9. Menunjukkan makanan haram melalui tivi.

Mengenalkan makanan haram kepada anak, selain bisa dilakukan secara langsung juga dapat melalui media, misalnya televisi. Di film-film biasanya terdapat adegan orang yang mabuk karena meminum minuman beralkohol. Sampaikan bahwa khamr (minuman beralkohol) haram diminum. (Lihat: QS al-Maidah [5]: 90).

10. Mengikuti perkembangan info halal.

Ada majalah khusus yang dikeluarkan POM MUI yang bisa kita dapat. Kita juga biasa mengakses langsung melalui internet. Dengan begitu, kita tidak akan tertinggal informasi tentang perkembangan makanan halal, sekaligus kita akan lebih mudah dalam mencari produk halal. Ajaklah anak-anak untuk turut memperhatikan atau membaca media itu. Akan lebih menyenangkan jika anak juga sekali waktu diajak untuk surfing di internet untuk mengetahui makanan yang halal.

Wallâhu a‘lam biash-shawâb. []

Menkoekon: Indonesia Semakin Sadar Halal

 


Dengan penduduk Muslim sekitar 200 juta jiwa, Indonesia merupakan pangsa pasar produk halal yang besar di dunia. Sistem sertifikasi halal dan sistem jaminan produk halal yang sudah menjadi acuan banyak negara di dunia menjadi potensi positif dalam menjadikan Indonesia sebagai World Halal Centre. Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa dalam sambutan pembukaan Indonesia Halal Expo (INDHEX) 2011 Jumat (24/6) kemarin.

Menurut Hatta, selain potensi tersebut, masyarakat Indonesia semakin sadar dalam persoalan halal.

“Tingkat kesadaran penduduk Indonesia akan pemakaian produk halal juga meningkat. Jika tahun silam masih menunjukkan angka 70% maka pada riset terakhir yang dilakukan LPPOM MUI menunjukkan angka 92.2%,” ungkapnya.

Peningkatan ini, menurut Menkoekon, merupakan suatu kemajuan yang sangat baik.

Sebelumnya, Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI, Lukmanul Hakim menyampaikan pengaruh dari besarnya populasi Muslim di Indonesia yang berujung pada peningkatan tren halal. Bersamaan dengan perkembangan bisnis halal di pasar internasional, hal tersebut menurutnya menjadi pendorong sejumlah kalangan untuk meneguhkan posisi Indonesia sebagai pusat halal dunia.

“Oleh karena itu, diperlukan upaya dan komitmen bersama agar Indonesia bisa berperan lebih jauh lagi di bidang halal,” ujar Lukmanul dalam pers release sambutannya .

Secara resmi INDHEX 2011 dibuka kemarin, ditandai dengan penandatangan prasati Indonesia sebagai World Halal Centre oleh Menteri Hatta Rajasa yang dilanjutkan dengan pumukulan bedug. Pameran produk-produk halal Indonesia yang diikuti berbagai perusahaan ini berlangsung di Gedung SMESCO, Jl. Gatot Subroto, Jakarta hingga Ahad (26/6) nanti. Hadir dalam pembukaan tadi sejumlah anggota World Halal Council dari seluruh dunia.

*     Keterangan foto: Hatta Rajasa ketika membuka INDHEX 2011

[sumber: hidayatullah.com]

Jumat, 24 Juni 2011

'INDHEX 2011' Perkuat Daya Saing Industri Dalam Negeri



 

Jakarta - Event halal berskala internasional yang diselenggarakan oleh LPPOM MUI bakal segera digelar bulan Juni 2011. Tidak hanya memperkenalkan produk-produk halal kepada masyarakat luas. Produsen pun memperoleh kesempatan untuk meningkatkan daya saing antar industri lokal guna menghadapi pasar bebas.

Sehubungan dengan diselenggarakannya sebuah event halal berskala internasional pada 24-26 Juni 2011 mendatang. LPPOM MUI kemarin (23/05) menggelar konfrensi perss mengenai 'INDHEX 2011'. Ada pun salah satu latar belakang diselenggarakannya Indonesia Halal Expo 2011 atau INDHEX adalah untuk menggencarkan sosialisasi dan informasi tentang produk halal dan mendorong diberlakukannya Undang-Undang Jaminan Produk Halal (JPH).

Selain itu INDHEX juga mengusung misi yang tak kalah penting. Seperti yang dijelaskan oleh Direktur LPPOM MUI, Ir. Lukmanul Hakim, MSi., INDHEX 2011 merupakan salah satu agenda utama LPPOM MUI untuk mengukuhkan Indonesia sebagai pusat halal dunia. Selain itu, pameran tersebut juga dimaksudkan untuk memperkuat daya saing produk nasional, khususnya Usaha Kecil dan Menengah dalam menghadapi persaingan pasar bebas.

INDHEX 2011 direncanakan akan diikuti oleh ratusan produsen halal dari dalam dan luar negeri, lembaga sertifikasi halal dari berbagai negara serta pelaku bisnis dari berbagai daerah di Indonesia. Selain pameran produk halal, acara tersebut juga akan diramaikan dengan berbagai kegiatan, antara seminar internasional, diskusi dan konsultasi tentang halal, serta aneka macam hiburan dan lomba.

Event internasional ini juga dimaksudkan untuk menghadapi persaingan pasar bebas. Seperti diketahui, perdagangan internasional yang menganut sistem pasar bebas, seperti ACFTA (Asean-China Free Trade Area), Masyarakat Ekonomi Eropa (European Union), serta organisasi perdagangan internasional (World Trade Organization) telah mengintroduksi ketentuan mengenai pedoman halal sebagaimana tercantum dalam Codex Alimenterius (1997), yang didukung oleh organisasi internasional berpengaruh, antara lain World Health Organization (WHO), Food and Agriculture Organization (FAO) of The United Nation dan World Trade Organization (WTO).

Dimana persaingan bebas tersebut juga harus diantisipasi melalui payung hukum bagi produk halal di dalam negeri. Seperti yang kita tahu, saat ini DPR-RI tengah menggodok Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH). "LPPOM MUI tentu menyambut gembira upaya RUU tersebut, karena selama ini Indonesia belum memiliki payung hukum yang komprehensif mengenai produk halal," kata Lukmanul Hakim.

Keberadaan UU JPH selain dimaksudkan untuk memperkuat daya saing perusahaan dalam negeri juga merupakan kewajiban negara, sekaligus salah satu hak konstitusional warga Negara yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga keberadaan UU JPH sangat penting, baik bagi penguatan daya saing UKM dalam negeri maupun bagi perlindungan konsumen muslim di Indonesia

Rencananya INDEHEX 2011 akan dibuka oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Bapak Ir. Hatta Rajasa pada 24 Juni 2011. Sedangkan penutupannya akan dilakukan oleh Menteri Negara Koperasi dan UKM, Bapak Syarif Hasan. Info lebih lanjut mengenai INDHEX silahkan menghubungi 021-3918917 atau info@halalmui.org. [adm/detikfood]

LIPI: Kesadaran Konsumen Atas Produk Halal Meningkat

Seiring kesadaran umat Islam mengkonsumsi produk halal, ternyata juga diikuti kesadaran produsen dalam menyajikan produknya. Meski hal ini belum memasyarakat secara luas, namun tren di pasar regional maupun global terjadi peningkatan yang menggembirakan.

Demikian dikatakan peneliti dari LIPI, Prof. Jusmaliani kepada hidayatullah.com usai dirinya menjadi narasumber dalam kegiatan sosialisasi produk halal yang diadakan para pengusaha di kantor MUI Kota Bandung, Kamis (23/6).

Jusmaliani memaparkan, hasil penelitiannya tiga tahun terakhir menunjukkan kesadaran umat Islam di Indonesia semakin meningkat. Hal itu ditunjukan dengan adanya keberanian konsumen menanyakan tentang status produk yang akan dikonsumsi (dibeli) kepada pihak produsen (penyedia jasa).

“Penelitian saya bagi menjadi dua subyek, yakni perilaku konsumen dan produsen. Keduanya menunjukan tren yang positif sesuai dengan tuntutan pasar global, yakni tuntutan produk sehat (halal) semakin mendunia,” sambung Jusmaliani. Meski hasil penelitiannya menunjukan tren produk halal masih terjadi di kota besar saja, namun dirinya yakin kesadaran tersebut akan merambah juga hingga ke pedesaan.

“Mungkin karena kita mayoritas sehingga kepercayaan tersebut tumbuh alamiah saja. Sebenarnya tidak boleh demikian karena di pasaran masih banyak produk yang belum halal. Misalnya daging, kan kalau penyebelihannya tidak halal, jatuhnya tidak halal juga,” jelasnya.

Jika dibandingkan dengan negara tetangga, kesadaran umat Islam di Indonesia masih kalah jauh. Dirinya lantas membandingkan dengan hasil penelitiannya terhadap muslim di kota Melbourne, Australia. “Mungkin karena mereka minoritas sehingga kehati-hatian terhadap produk halal mereka tinggi,” duganya.

Untuk itu dirinya berharap peran semua pihak, terutama LPPOM MUI dan para dai, untuk terus mengkampanyekan penting produk halal. Selain dukungan pemerintah dengan mengeluarkan UU Jaminan Produk Halal.

“Hasil penelitian saya juga sebagian besar konsumen memperoleh informasi produk halal dari keluarga atau teman dekat, sebagian dari bacaan,” tambahnya.

Hal tersebut juga diakui Ketua Bidang Ekonomi Umat MUI Kota Bandung, Helma Agustiawan. Ia menceritakan pengalamannya ketika mengantar tamu dari Singapura yang hendak makan siang di sebuah rumah makan di Kota Bandung. Sebelum makan sang tamu terlebih dahulu menanyakan akan status makanan dan tidak adanya logo halal yang terpampang.

“Itu menunjukan kesadaran mereka akan produk halal masih di atas kita. Mungkin karena kita mayoritas jadi percaya saja,” kenang Helma. Untuk itu pihaknya akan menempatkan sosialisasi produk halal menjadi prioritas dalam program kerja.

Dirinya juga akan menggandeng perbagai pihak terkait guna mempercepat sosialisasi tersebut, sehingga citra Indonesia sebagai negara muslim terbesar harus dibarengi dengan ketersedianya produk halal. “Kita jangan hanya bangga dengan sebutan tersebut, tetapi jaminan produk halal di pasaran harus mendukung predikat itu,” pungkas Helma. [adm/hidayatullah]

Apa Itu Halal?

Sejarah perkembangan kehalalan di Indonesia bermula dari beberapa kasus. Salah satunya adalah kasus lemak babi pada tahun 1988 yang kemudian berkembang menjadi isu nasional dan berdampak pada perekonomian. Sehingga akhirnya pada tahun 1989 didirikanlah LP POM MUI oleh Majelis Ulama Indonesia.

Selain sebagai bentuk tanggung jawab MUI untuk melindungi masyarakat, lembaga pengkajian halal-haram tersebut juga didirikan sebagai bagian dari upaya untuk memberikan ketenteraman batin umat. Caranya adalah dengan menerbitkan sertifikasi Halal untuk beberapa produk seperti pangan, obat, dan kosmetika sehingga aman untuk dikonsumsi kaum Muslim.

Bagi umat Islam, mengkonsumsi yang halal dan thayib (baik, aman, higenis) merupakan perwujudan dari ketaatan dan ketaqwaan kepada Allah. Oleh karena itu tuntutan terhadap produk halal pun semakin gencar disuarakan konsumen muslim, baik di Indonesia maupun di negara-negara lain. Hal ini terkait dengan perintah Allah kepada manusia, sebagaimana yang termaktub dalam Al Qur'an, Surat Al Maidah: 88 yang artinya:

"dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya"

Memakan yang halal dan thayib merupakan perintah dari Allah yang harus dilaksanakan oleh setiap manusia yang beriman. Bahkan perintah ini disejajarkan dengan bertaqwa kepada Allah, sebagai sebuah perintah yang sangat tegas dan jelas. Perintah ini juga ditegaskan dalam ayat yang lain, seperti yang terdapat pada Surat Al Baqarah: 168 yang artinya:

"Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan; karena sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu"

Memakan yang halal dan thayib akan berbenturan dengan keinginan syetan yang menghendaki agar manusia terjerumus kepada yang haram. Oleh karena itu menghindari yang haram merupakan sebuah upaya yang harus mengalahkan godaan syetan tersebut.

Mengkonsumsi makanan halal dengan dilandasi iman dan taqwa karena semata-mata mengikuti perintah Allah merupakan ibadah yang mendatangkan pahala dan memberikan kebaikan dunia dan akhirat. Sebaliknya memakan yang haram, apalagi diikuti dengan sikap membangkang terhadap ketentuan Allah adalah perbuatan maksiat yang mendatangkan dosa dan keburukan.

Sebenarnya yang diharamkan atau dilarang memakan (tidak halal) jumlahnya sedikit. Selebihnya, pada dasarnya apa yang ada di muka bumi ini adalah halal, kecuali yang dilarang secara tegas dalam Al Qur'an dan Hadits. Semua yang berasal dari laut adalah halal untuk dimakan, sebagaimana ayat berikut ini:

QS Al Maidah : 94
"Dihalalkan bagimu (ikan) yang ditangkap di laut dan makanan yang berasal dari laut"

Beberapa ayat berikut ini menyebutkan bahwa dalam Al-Qur'an hanya sedikit yang tidak halal. Namun dengan perkembangan teknologi, yang sedikit itu bisa menjadi banyak karena masuk ke dalam makanan olahan secara tidak terduga sebelumnya. Beberapa larangan yang terkait dengan makanan haram tersebut adalah:

QS Al Maidah : 3
"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tecekik, yang dipukul, yang jatuh ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali kamu sempat menyembelihnya."

QS Al Baqarah : 173
"Sesungguhnya Allah yang mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan yang disembelih dengan nama selain Allah."

QS Al Maidah : 4
"Dan makanlah binatang yang ditangkap dalam buruan itu untukmu dan sebutlan nama Allah ketika melepaskan hewan(anjing) pemburunya."

QS Al An'am : 121
"Dan janganlah kamu makan sembelihan yang tidak menyebut nama Allah dan sesungguhnya yang demikian itu fasik."

QS An Nahl : 67
"Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rizki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memikirkan."

QS Al Baqarah : 219
"Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi; Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya."

QS An Nisa : 43
"Hai orang-orang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan."

Dari serangkaian ayat di atas dapat disimpulkan bahwa yang tergolong haram bukan hanya babi. Ada 5 macam yang dikategorikan sebagai barang haram yaitu:

  1. Bangkai: yaitu hewan yang mati bukan karena disembelih atau diburu hukumnya jelas haram. Bahaya yang ditimbulkan bagi agama dan badan manusia sangat nyata, sebab pada bangkai terdapat darah yang mengendap sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan.

  2. Darah: darah yang mengalir adalah haram hukumnya. Sedangkan hati, limpa, serta sisa-sisa darah yang menempel pada daging atau leher setelah disembelih adalal halal.

  3. Babi: Babi peliharaan maupun liar baik jantan maupun betina dan minyaknya sekalipun adalah haram hukumnya.

  4. Binatang yang disembelih selain menyebut nama Allah: Setiap hewan yang disembelih dengan selain nama Allah hukumnya haram, karena Allah mewajibkan agar setiap makhluk-Nya disembelih dengan nama-Nya yang mulia.

  5. Khamer atau minuman yang memabukkan


Sedangkan konsep dasar jaminan pangan halal sendiri mencakup pemakaian bahan-bahan yang halal, proses yang halal, penanganan yang halal, sehingga menghasilkan produk yang halal pula. Namun dengan kemajuan teknologi, banyak dari bahan-bahan haram tersebut yang dimanfaatkan sebagai bahan baku, bahan tambahan atau bahan penolong pada berbagai produk olahan. Di titik kritis inilah seringkali yang halal dan yang haram menjadi tidak jelas, bercampur aduk dan banyak yang syubhat (samar-samar, tidak jelas hukumnya).

Menghadapi kasus seperti itu maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya makanan olahan yang telah tersentuh teknologi dan telah diolah sedemikian rupa statusnya menjadi samar (syubhat), sehingga dapat dibuktikan statusnya sebagai halal atau haram. Penentuan ini dilakukan oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia berdasarkan kajian dan audit (pemeriksaan) yang dilakukan oleh LPPOM MUI.

Dalam undang-undang negara sendiri terdapat 3 regulasi tentang halal:

  1. UU RI No.7 Tahun 1996 (Tentang Pangan) dimana dalam Pasal 30

    • Wajib mencantumkan label.

    • Isi Label mencakup: nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat atau isi bersih, nama dan alamat produsen, keterangan tentang halal, tanggal dan bulan kadaluarsa.



  2. Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 1999: Definisi pangan halal (pasal 1 ayat 5) adalah Pangan halal adalah pangan yang tidak mengandung unsur atau bahan yang haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, baik yang menyangkut bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, bahan bantu dan bahan penolong lainnya termasuk bahan pangan yang diolah melalui proses rekayasa genetika dan iradiasi pangan, dan yang pengelolaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum agama Islam.

  3. Joint FAO/WHO Food Standards Programme Codex Alimentarius Commission CAC/GL 24-1997 1: yaitu salah satu organisasi dunia yang mengatur tentang Term of 'Halal'.


Seperti yang termaktub dalam HR Bukhari:

"Siapa yang menahan diri memakan makanan haram Allah akan selalu menolongnya"

Oleh karena itu mulai dari sekarang alangkah baiknya jika kita mulai menerapkan prinsip 'Halal is my life' dalam kehidupan sehari-hari! [adm/detikfood]

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Facebook Themes