Minggu, 17 Juli 2011

RUU JPH: Pemerintah Sebagai Regulator

z


 

Substansi mengenai pengaturan produk halal, menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Amidhan mencakup beberapa aspek, antara lain labelisasi, sertifikasi, sosialisasi, pengawasan dan penindakan hukum (law enforcement).

Dari beberapa elemen tersebut, katanya, masing-masing seyogianya ditangani oleh pihak-pihak atau institusi yang memiliki kompetensi, sehingga pelaksanaan jaminan produk halal bisa benar-benar berjalan sesuai dengan tujuan awal diadakannya ketentuan tentang produk halal, yakni menjamin ketenteraman umat dalam memilih produk yang hendak dikonsumsi.

Hal tersebut disampaikan KH Amidhan dalam Rapat Dengar Pendapat antara MUI dan Ormas Islam, yakni PBNU dan PP Muhammadiyah dengan Komisi VIII DPR-RI (Rabu, 2 Februari 2011). Rapat Dengar Pendapat antara Komisi VIII DPR RI dengan MUI dan Ormas Islam dilakukan dalam rangka menghimpun masukan bagi legislatif sebagai bahan pembahasan dan penyusunan Rancangan Undang-Undang Jaminan Pangan Halal (RUU JPH), yang akan ditetapkan sebagai Undang-Undang.

Selama ini, menurut KH Amidhan, beberapa elemen halal tersebut sebagian telah dijalankan oleh instansi atau lembaga masing-masing. Misalnya dalam hal labelisasi telah ditangani oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM). Sedangkan sertifikasi halal dilakukan oleh MUI. Pemerintah selaku penyelenggara Negara, mestinya mengoptimalkan peranya dalam hal pengawasan dan penindakan hukum. “Tugas sosialisasi kepada masyarakat luas bisa dijalankan berama-sama antara MUI dengan pemerintah,” katanya.

Sementara itu, Ketua PP Muhammadiyah, Prf. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag berpendapat bahwa pengaturan mengenai produk halal sangat penting sebagai manifestasi jaminan dari Negara agar masyarakat dapat memperoleh pangan halal. Jaminan produk halal tersebut harus dilegalkan dalam bentuk sertifikasi, karena masyarakat awam tidak mungkin dapat dengan mudah bisa membedakan mana produk yang halal dan mana produk yang tidak halal. “Untuk itu diperlukan ahli yang berkompeten untuk meneliti dan mengaudit kandungan dalam makanan atau minuman tersebut, apakah terdapat unsur haramnya atau tidak. Sedangkan dari segi syariahnya menjadi kewenangan para ulama. “Selama ini, MUI melalui lembaga yang dimilikinya, yakni LPPOM, telah menjalankan tugas tersebut dengan baik,” ujar Prof. Dr. Yunahar, sambil menekankan agar pemerintah hendaknya bertindak selaku regulator dan melakukan tindakan hukum bagi pelanggarnya.

Menanggapi hal tersebut, anggota DPR Komisi VIII dari Fraksi Golkar, Drs. Zulkarnaen Djabar menggarisbawahi bahwa pada prinsipnya pengaturan mengenai sertifikasi halal sebaiknya dilakukan oleh pihak lain di luar pemerintah. Pemerintah, katanya, harus menunjukkan eksistensinya selaku penyelenggara tata kenegaraan yang baik dengan tidak menjadi regulator sekaligus operator

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Facebook Themes