Sabtu, 06 Agustus 2011

Produk Halal dan Haram Masih Menjadi Satu Di Supermarket


"Tempat sosis dimana ya,” Tanya sang ibu kepada anaknya yang duduk di sekolah dasar. “Itu bu, di ujung,’ ujar sang anak. Maka dengan yakin sang ibu langsung mengambil beberapa bungkus sosis ke dalam keranjangnya untuk melanjutkan kegiatan belanjanya. Sampai di kasir sang ibu baru tahu, kalau sosis yang diambil ternyata adalah sosis babi. Sontak saja, ia kaget dan langsung membatalkan untuk membeli sosis tersebut.secara umum, memang tidak ada yang berbeda antara sosis babi yang diambil dan sosis sapi yang hendak dibeli.

Baik dari kemasan, warna, bentuk dan posisi produk. Ini adalah salah satu yang sering tidak terperhatikan oleh konsumen dan penjual. Konsumen merasa deretan etalase sosis tersebut adalah sosis halal semua. Namun ternyata pihak penjual menjadi satukan sosis sapi dan sosis babi dalam sebuah kabinet yang sama tanpa partisi yang cukup tegas membedakan kedua produk tersebut.

Ini yang sering terjadi di supermarket-supermarket di Indonesia. Entah sengaja atau tidak, pihak pengelola seperti terlihat kurang perhatian akan masalah ini. Lemari pendingin kedua produk halal dan haram tadi terletak dalam sebuah lemari yang sama. Lebih parahnya lagi pihak pengelola tidak membuat garis batas yang tegas antara kedua produk ini. Sehingga secara kasat mata kedua produk ini sukar dibedakan. Petunjuk pun kadang tidak lengkap dan terkesan seenaknya. Bahkan terlihat bahwa kedua plastik pembungkus produk halal dan haram tadi saling bersentuhan.
Harus Dipisahkan
Kesadaran akan aspek kehalalan ternyata tidak sepenuhnya dilakukan. Padahal dalam prosedurnya, halal tidak hanya berkutat pada masalah penggunaan bahan, namun juga sarana distribusi, transportasi dan penyimpanan. Hal dikhawatirkan adalah adanya kontaminasi antara produk haram dan halal. Prosedurnya sendiri seharusnya memisahkan antara produk halal dan haram secara tegas, dengan membedakan etalase penjualan misalnya.

“LPPOM MUI sendiri tidak memiliki kewenangan akan hal ini kami hanya bisa memberikan himbauan kepada pihak pengelola supermarket ini,” ujar Wakil Direktur LPPOM MUI Dr. Hj. Anna P. Roswiem, MS menanggapi kejadian ini.

Konsumen sendiri sebenarnya tidak nyaman akan kondisi ini. Ibu Risna misalnya, ibu dua orang anak asal Jakarta ini merasa cukup risih jika harus berbelanja sosis dan produk olahan daging di supermarket. “Salah satunya adalah letak produk halal yang sangat berdekatan dengan produk haram,” sahutnya. Ia mengingikan agar pihak pengelola mempertimbangkan hal ini, bukan ingin menuntut macam-macam. Ia hanya ingin kejelasan pemisahan yang tegas akan produk halal dan haram, bukan tidak menjualnya.

Pemisahan kelompok produk pangan halal dan non halal sebenarnya tidak hanya berlaku di etalase penjualan. Namun juga mulai dari gudang, sarana distribusi, transportasi hingga ke lemari pendingin (freezer) dan terakhir di etalase penjualan. Demikian halnya dengan produk daging, di supermarket kita sering melihat adanya gerai daging sapi dan babi yang cukup berdekatan. Memang di etalase penjualannya tidak terlihat adanya pencampuran dalam satu lemari pendingin. Namun bagaimana dibelakangnya, apakah ada jaminan bahwa daging tersebut tidak tercampur di gudang dan sarana transportasi. Ataupun tidak terkontaminasi produk non halal karena penggunaan pisau yang sama. Tidak Adanya Jaminan
Pertanyaan yang muncul kemudian adakah jaminan pihak pengelola akan kasus seperti ini. Padahal Direktur LPPOM MUI Ir. Lukmanul Hakim M. Si menyatakan bahwa dalam halal kami menganut “zero tolerance”. “Halal ya halal tanpa adanya kontaminasi mulai dari gudang, penyimpanan dan penjualan. Untuk itulah diperlukan pengawasan agar bisa menjamin kehalalannya,” katanya.

Ini merupakan salah satu problematika yang banyak terjadi di Indonesia. Pengawasan tidak cukup hanya dari pihak pengelola, namun juga pihak produsen produk. Kita pasti tidak ingin jika ternyata produk yang halal terkontaminasi oleh produk yang tidak halal karena perlakuan dan kebijakan yang salah bukan.

Jadi, apa yang sebaiknya kita lakukan. Kita sebagai konsumen nampaknya bisa membantu agar kasus seperti ini tidak berulang dan menjadi problem yang tidak habisnya. Mensuarakan pendapat agar produk dipisahkan secara tegas kepada pihak pengelola nampaknya bisa menjadi sebuah dukungan positif akan hal ini. Insyaallah, semakin banyak konsumen yang peduli maka didengarkan pihak pengelola. Apalagi jika diikuti dengan sikap masyarakat yang menolak membeli jika kaidah standar halal tidak dipenuhi.

Untuk antisipasi, kita bisa membeli produk yang letaknya jauh dari produk non halal. Ini dilakukan agar bisa meminimalisir kontaminasi produk halal dan non halal. Jadi, sikap kritis mutlak diperlukan saat kita berbelanja.

[sumber: Jurnal Halal MUI ]

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Facebook Themes